Senin, 24 Maret 2014

TAX PLANNING

I.      PENDAHULUAN
Seperti kita ketahui bersama bahwa sistem pemungutan pajak di Indonesia menerapkan sistem yang dinamakan ‘Self Assessment’ dimana Wajib Pajak diberi kesempatan untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya yakni menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Negara dalam hal ini pemerintah, memberi kesempatan pelaksanaan kepatuhan kewajiban perpajakan kepada warga negaranya dan dalam hal tertentu akan dilakukan pengujian kepatuhan tersebut melalui program pemeriksaan (tax audit). Sehubungan dengan hal tersebut dan agar dalam proses pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan tersebut berjalan dengan baik dan mampu meminimallisir tax penalty yang akan dikenakan, maka sangat diperlukan adanya perencanaan pajak yang benar dan tepat.
Adapun tujuan perencanaan pajak (tax planning) adalah Meminimumkan Pembayaran Pajak Namun Tetap Berada Dalam Koridor Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.
Dilatarbelakangi hal tersebut, pada kesempatan ini penulis mencoba mengupas mengenai mekanisme-mekanisme tax planning yang dapat diterapkan khusus untuk orang pribadi dibawah koridor peraturan perpajakan yang berlaku. Pembahasan ini akan diuraikan secara mendalam dari berbagai macam strategi administrasi dan pelaporan pajak disertai analisa tax planningnya.




BAB I
DASAR-DASAR TAX PLANNING

Umumnya perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya secara optimal.
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak (sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan). Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan, Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.
Untuk dapat meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful) seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan perpajakan umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau fenomena tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda pembayarannya.
Pada dasarnya, perencanaan pajak harus
(1) tidak melanggar ketentuan perpajakan,
(2) secara bisnis masuk akal, dan
(3) bukti-bukti pendukungnya memadai.

Setidaknya ada tiga jenis pajak yang relevan untuk perencanaan keuangan keluarga:
1. Pajak yang timbul dari pembelian (PPN).
2. Pajak yang timbul karena kepemilikan (PBB, PPnBM, BPHTB dan pajak kendaraan).
3. Pajak yang timbul karena adanya penghasilan (PPh).

Aspek-aspek dalam Tax Planning
Aspek Formal dan Administratif
1.      Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP);
2.      Menyelenggaraan pembukuan atau pencatatan;
3.      Memotong dan atau memungut pajak;
4.      Membayar Pajak;
5.      Menyampaikan Surat Pemberitahuan.

Mekanisme Tax Planning Bagi Orang Pribadi
Mekanisme tax planning untuk orang pribadi menurut penulis dapat dibagi dalam beberapa hal yakni :
1.    Strategi Pendaftaran NPWP Suami-Istri
2.    Strategi Mengelola Active Income
3.    Strategi Mengelola Passive Income
4.    Strategi Mengelola Usaha Sendiri dalam bentuk badan usaha
5.    Strategi mekanisme Hibah
1.      Strategi Pendaftaran NPWP Suami-Istri
Sistem pengenaan pajak di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah
ada 2 kondisi yang sering diterapkan di masyarakat yakni: 
a.    Istri mempunyai NPWP sendiri
b.    Wanita kawin/ istri, NPWP ikut suami, dimana:
 -       Sumber penghasilan istri hanya dari 1 pemberi kerja
 -       Sumber penghasilan istri lebih dari 1 pemberi kerja dan/atau punya kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Analisa tax planning:
Apabila dalam sebuah keluarga dengan kondisi istri hanya bekerja di 1 perusahaan saja dan melihat ketentuan bahwa ikut NPWP suami, penghitungannya dianggap Final, maka untuk mencegah timbulnya kurang bayar akibat penggabungan penghitungan tersebut, alangkah baiknya sang istri ikut NPWP suami dari pada memiliki NPWP sendiri.
Di lain pihak, apabila kondisi sebuah keluarga dimana istri bekerja lebih dari satu perusahaan atau mempunyai kegiatan usaha/pekerjaan bebas, maka istri memiliki NPWP sendiri maupun ikut NPWP suami merupakan opsi yang sama. Namun di masyarakat, untuk istri yang memiliki NPWP sendiri, sering kita temui bahwa keluarga yang tidak mengadakan perjanjian pisah harta dan penghasilan, mengalami kesulitan dalam pelaporan harta di SPT masing-masing dan memang hal itu akan dapat dijelaskan secara detail apabila pencatatan suami maupun istri dilakukan dengan benar, namun alangkah lebih praktisnya apabila pelaporan harta itu digabungkan di dalam 1 SPT melalui mekanisme istri ikut NPWP suami
2.      Strategi Mengelola Active Income
Aktive income di sini dimaksud adalah penghasilan yang diterima oleh Orang Pribadi dalam hubungannya dengan pekerjaannya yakni dia memperoleh gaji, bonus, honor, THR dll.
Kadang kala ditemukan kondisi bahwa Orang Pribadi bekerja dan menerima penghasilan di lebih dari 1 perusahaan sehingga setelah diperhitungkan seluruh penghasilan tersebut dalam SPT tahunan maka akan menimbulkan kurang bayar, meskipun telah dilakukan pemotongan (PPh Psl 21) di masing-masing tempat kerja.
Atau kita pada bagian awal tahun pajak bekerja di Perusahaan A kemudian di akhir tahun pindah kerja ke perusahaan B, ini juga akan menimbulkan tambahan bayar di pelaporan SPT tahunan karena penghasilan dari perusahaan awal (A) tidak diteruskan dalam penghitungan pajak penghasilan di perusahaan akhir (B).
Analisa tax planning:
Apabila kita berkerja di perusahaan-perusahaan yang berkaitan misalnya induk dan anak perusahaan, maka sebaiknya diusahakan penerimaan penghasilan dikumpulkan di 1 perusahaan saja misalnya hanya di induk perusahaan dan ini akan mengurangi timbulnya kurang bayar di pelaporan SPT Tahunan.
Apabila kita pindah bekerja dalam 1 tahun pajak dari perusahaan 1 ke perusahaan yang lain, maka sebaiknya segera setelah pindah, dimintakan bukti potong PPh Psl 21 dari perusahaan awal untuk diberikan ke perusahaan baru dalam rangka penghitungan pajak yang harus dipotong (PPh Psl 21) dan ini akan mengurangi timbulnya kurang bayar di pelaporan SPT Tahunan.

3.      Strategi Mengelola Passive Income
Untuk meningkatkan taraf hidup kita dan keluarga, hasil tabungan/saving dari bekerja (aktive income) dan segala modal (harta) yang dimiliki pastinya harus dimanfaatkan untuk menghasilkan passive income. Di sini sudah sangat terbukti bahwa apabila kita memiliki modal (harta) yang bisa menghasilkan pasive income, kita akan mencapai suatu kemakmuran, yang sering disebut ‘kaya’
Contoh passive income:
·         Bunga, termasuk bunga deposito dari tabungan/deposito kita  
·         Sewa harta non tanah bangunan
·         Sewa harta tanah bangunan
·         Dividen dari saham yang ditanamkan di suatu perusahaan
·         Capital gain/keuntungan dari penjualan harta
Contoh kasus:
                  a.    Bunga, termasuk bunga deposito
Bunga dari kita meminjamkan uang/modal ke pihak lain akan berimplikasi ke pengenaan tarif pasal 17 orang pribadi dalam pelaporan SPT Tahunan meskipun telah dipotong pph psl 23 oleh pihak pembayar. Sedangkan bunga dari tabungan/deposito, pajaknya dikenakan final 20% tanpa diperhitungkan lagi di penghitungan PPh dalam SPT tahunan.
                  b.    Sewa harta non tanah bangunan dan harta tanah bangunan
Penghasilan dari sewa dari non tanah bangunan tetap akan diperhitungkan dalam penghitungan PPh SPT Tahunan sedangkan penghasilan dari sewa tanah bangunan dikenakan pajak Final. Pengenaan pajak final akan lebih efektif untuk perencanaan pajak.
                  c.    Dividen
Bagi pengusaha yang banyak memiliki saham terutama di perusahaan keluarga, sejak tahun 2009 lebih memilih mendapatkan income dari perusahaannya berupa dividen dari pada berupa gaji, karena saat ini pajak atas dividen dikenakan Final 10%.
                  d.    Capital Gain
Pengusaha yang disebutkan pada kasus dividen, jika ingin menjual sahamnya akan menjual sahamnya ke perusahaan afiliasinya terlebih dahulu (biasanya dengan harga nominal atau harga dibawah pasar), baru kemudian oleh perusahaannya dijual ke pihak lain, untuk menghindari pengenaan PPh tarif Psl 17 dalam SPT Tahunan orang pribadi karena keuntungan akan berpindah dari orang pribadi/pemegang saham ke perusahaan afiliasi yg dimiliki orang pribadi itu juga dan keuntungan yg diperoleh oleh perusahaan afiliasinya tidak serta merta akan langsung dikenakan pajak melainkan akan dikurangi terlebih dahulu dengan biaya-biaya perusahaan. Jadi pengenaan pajaknya tidak akan sebesar keuntungan penjualan saham tersebut.
4.      Strategi Mengelola Usaha Sendiri dalam bentuk badan usaha
Selain menghindari pengenaan tarif yang lebih tinggi, dengan mendirikan perusahaan, para pemegang saham seringkali memanfaatkan perusahaannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Sering ditemukan adanya pembebanan biaya yang terkait dengan kepentingan pribadi pemegang saham, namun hal itu menjadi suatu hal yang umum, sehingga selain income yang diperoleh dari perusahaan akan tetap bersih tanpa dikurangi biaya hidup yang telah dibebankan ke perusahaan, dari pajak perusahaan juga akan terkoreksi lebih rendah. Namun itu menjadi resiko yang diambil oleh pemegang saham, yang apabila diperiksa oleh Kantor Pajak maka akan ada koreksi tambahan bayar baik di perusahaan maupun di pajak pribadinya (dianggap dividen terselubung). Namun hal itu kemungkinan kecil terjadi, apabila kondisi pajak perusahaan diatur sedemikian rupa sehingga tidak rugi dan lebih bayar yang pastinya menjadi prioritas utama untuk diperiksa oleh Kantor Pajak.
Begitu juga apabila ada orang pribadi yang mempunyai keahlian (sebagai tenaga ahli) misalnya konsultan, sering mendirikan perusahaan untuk melaksanakan aktivitas usahanya, namun perlu juga dibuat strategi misalnya untuk pendapatan yang berasal dari pembeli jasa yang tidak ingin dipungut PPNnya maka sebaiknya dialihkan menjadi pendapatan pribadinya bukan pendapatan perusahaan dan dilaporkan dalam SPT Tahunan Orang Pribadi, tapi perlu juga diperhitungkan bahwa omzet pribadi tidak boleh lebih dari Rp. 600.000.000,- karena apabila telah mencapai jumlah tersebut, maka diwajibkan untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPNnya yang kalau untuk usaha orang pribadi akan menyita waktu bila diwajibkan untuk melaksanakan administrasi dan pelaporan PPNnya. Untuk aspek Pajak Penghasilannya, usaha orang pribadi ini dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dalam melaporkan kewajiban pajaknya.  


5.      Strategi mekanisme Hibah
Banyak Orang Pribadi terutama pengusaha yang sering menghibahkan hartanya kepada anak atau pihak lain. Dalam ketentuan perpajakan, dikecualikan dari objek pajak adalah harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Contoh kasus:
Sehubungan ketentuan penegasan tentang hibah hanya menekankan pada objek yang dikenakan pajak adalah hanya atas hibah saham dari bapak kepada anak kandung yang terkait hubungan pekerjaan dan kepemilikan dalam 1 perusahaan, sehingga atas hibah saham dan harta yang lain masih belum dikatagorikan objek pajak. Sedangkan hibah selain hibah saham tersebut, masih belum dikatagorikan sebagai objek pajak penghasilan. Misalnya bapak ingin menghibahkan uang kas atau rumah (property) kepada anak kandungnya, maka tidak termasuk objek yang dikenakan pajak penghasilan.
Namun apabila pengusaha ingin menghibahkan rumah ke adiknya (bukan anak kandung-sesuai peraturan), maka akan dikenakan pajak penghasilan dan untuk menghindari hal itu, sering dilakukan proses hibah 2 kali yakni pengusaha tersebut menghibahkan ke orang tuanya terlebih dahulu, baru kemudian orang tuanya menghibahkan ke adiknya (yang juga merupakan anak kandung orang tua tersebut).

Strategi Umum
Tax Saving
Tax saving merupakan upaya mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, wajib pajak, yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp 500 juta, dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5-25% untuk penghasilan karyawan sampai dengan Rp 500 juta.


Tax Avoidance
Tax avoidance merupakan upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan objek pajak. Misalnya, wajib pajak, yang masih mengalami kerugian perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang ke pemberian natura sehingga natura tersebut bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21. Dengan demikian, terjadi penghematan pajak 5-30%.

Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan yang Berlaku
Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, wajib pajak dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan yaitu :
·         Sanksi Administrasi, berupa bunga, denda atau kenaikan.
·         Sanksi Pidana, berupa pidana atau kurungan.

Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran sampai dengan batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.

Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib pajak seringkali kurang mendapat informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan. Sebetulnya pembayaran tersebut merupakan pajak yang dibayar dimuka. Misalnya, kredit pajak untuk PPh Orang Pribadi terdiri dari PPh Pasal 21 atas imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan atau kegiatan serta PPh pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan fiskal luar negeri atas perjalanan dinas pegawai.
Dalam hal kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak cukup menggunakan dokumen lain yang fungsinya sama dengan faktur pajak standar, seperti SPPB atau Surat Perintah Pengiriman Barang (delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog untuk penyaluran tepung terigu, PNBP (Paktur Nota Bon Penyerahan) yang diikeluarkan oleh pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM, serta tanda pembayaran atau kuintasi telepon.


BAB II
PERENCANAAN PAJAK DALAM PAJAK
PENGHASILAN

Efisiensi dalam Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Strategi efesiensi PPh Orang Pribadi untuk wajib pajak yang memiliki kegiatan usaha akan lebih optimal apabila wajib pajak memahami timbulnya perhitungan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, yaitu UU No. 36 tahun 2008 dan peraturan pelaksanannnya. Karena terjadi perbedaan dalam perhitungan laba akuntansi dan laba kena pajak, wajib pajak dapat memilih perlakuan pajak yang tepat sehingga dapat menghasilkan efisiensi pajak yang besar. Berikut ini adalah beberapa cara tax planning untuk PPh Orang Pribadi.

1.      Menunda Penghasilan
Misalnya, pembukuan wajib pajak ditutup pada tanggal 31 Desember. Pada bulan Desember tersebut terdapat lonjakan permintaan. Pajak atas laba akibat lonjakan permintaan tersebut sudah harus dibayar paling lambat bulan April tahun berikutnya. Di samping itu, angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya otomatis akan menjadi lebih besar. Bila memungkinkan, pengusahan dapat melakukan pendekatan kepada konsumen dan menjual barangnya pada awal bulan Januari tahun berikut. Dengan demikian, pembayaran pajaknya dapat ditunda 1 tahun. Contoh berikut memberikan ilustrasi perbandingan perhitungan PPh, jika dimisalkan tarif PPh Orang Pribadi disamakan dengan tarif PPh Badan, yaitu 25%
Uraian
Normal
Alternatif 1
Alternatif 2
Peredaran usaha tahun 2010
1.000.000
850.000
1.000.000
Biaya
(700.000)
(700.000)
(850.000)
Ph neto (a+b)
300.000
150.000
150.000
Kompensasi rugi fiskal
-
-
-
Taxable Income (c+d)
300.000
150.000
150.000
PPh (25%)
75.000
37.500
37.500
. Kredit pajak
-
-
-
PPh hrs dibayar sendiri (f+g)
75.000
37.500
37.500
Angsuran PPh 25 tahun 2011 (1/12 x h)
6.250
3.125
3.125

2.      Mempercepat Pembebanan Biaya Pada akhir tahun fiskal sebaiknya dilakukan review untuk melihat apakah ada biaya-biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini. Misalnya, biaya konsultan hukum, konsultan pajak, dan auditor. Dengan demikian, seperti halnya dengan penundaan penghasilan, langkah seperti ini akan dapat menunda pembayaran pajak setahun. Namun demikian, di sisi lain, konsekuensi pembebanan biaya seperti di atas dapat mengakibatkan kewajiban pemotongan pajak seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 (2) sudah harus dilakukan. Untuk itu, wajib pajak juga harus mempertimbangkan aspek perpajakan yang satu ini.
3.      Mengoptimalkan Pengkreditan Pajak yang Telah Dibayar
Selain angsuran PPh Pasal 25, PPh yang dapat dikreditkan atas PPh Orang Pribadi yang terutang pada akhir tahun adalah PPh yang dipotong/pungut pihak lain dan sifat pemotongan/pemungutannya tidak final. Wajib pajak seringkali kurang memperoleh informasi mengenai hal ini. PPh yang dapat dikreditkan antara lain:
a)      PPh Pasal 21 atas imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
b)      PPh Pasal 22 atas impor atau pembelian solar dari Pertamina,
c)      PPh Pasal 23 dari bunga non bank, royalti,
d)     PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri, dan
e)       STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak) baik telah dibayar maupun belum.
f)        PPh atas pengalihan tanah/bangunan,
Ketika menyusun rekonsiliasi fiskal, wajib pajak harus memperoleh keyakinan yang cukup bahwa pajak yang dipotong/dipungut pihak lain benar-benar telah disetor oleh pemotong/pemungut pajak ke kas negara. Keyakinan demikian sangat diperlukan karena pada saat pemeriksaan pajak petugas akan menempuh prosedur konfirmasi ke bank tempat pajak yang telah dipotong/dipungut tersebut disetorkan atau ke KPP tempat pemotong/pemungut tersebut melaporkan SPT-nya.
Salah satu caranya adalah dengan melakukan ekualisasi setiap bulan antara bukti fisik pemotongan PPh Pasal 21, pemungutan PPh 22 dan/atau pemotongan PPh 23 dengan Uang Muka PPh terkait yang telah dicatat di neraca. Jika timbul selisih, atas selisih tersebut dapat segera ditindaklanjuti dengan cara meminta pihak pemungut/pemotong pajak untuk menyerahkan bukti pemungutan/ pemotongannya.

4.      Transaksi Afiliasi
a.      Jenis transaksi afiliasi yang sangat berisiko bila ditinjau dari aspek perpajakan, di antaranya:
1)      Untuk transaksi usaha, Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan biaya untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
2)      Untuk pinjaman, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan tingkat bunga yang wajar atas transaksi utang piutang antar pihak yang mempunyai hubungan isitimewa. Hal ini berarti akan merugikan perusahaan penerima pinjaman dari pemegang saham orang pribadi karena perusahaan harus memotong PPh Pasal 23 berdasarkan tingkat bunga wajar dan ada kemungkinan dikenakan sanksi oleh pihak pajak karena kurang memotong.
b.      Hal-hal yang harus dilakukan dalam hal dilakukan pemberian pinjaman kepada perusahaan yang dimiliki pemegang saham orang pribadi tanpa bunga, transaksi tersebut harus memenuhi kriteria sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 PP 94/2010 yang berlaku sejak 30 Desember 2010, yaitu :
1)      Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham pemberi pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain.
2)      Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman kepada perusahaan penerima pinjaman telah setor dalam keadaan seluruhnya.
3)      Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan rugi.
4)      Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.
5.      Bunga Pinjaman dan Deposito
Seringkali uang kas yang menganggur (idle cash) untuk satu atau dua bulan wajib pajak investasikan di bank dalam bentuk deposito berjangka. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 tahun 2000, atas bunga deposito dipotong pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 20%.
Bila wajib pajak tidak mempunyai utang, hal ini tidak menjadi masalah. Akan tetapi, bila wajib pajak tersebut mempunyai utang dengan tingkat bunga yang lebih besar dari tingkat bunga deposito, wajib pajak tersebut akan mengalami kerugian karena berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-46/PJ.42/1995, sebagian bunga atas utang tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.


Untuk menghindari masalah tersebut, beberapa cara yang dapat ditempuh wajib pajak, antara lain:
·         Wajib pajak sebaiknya menempatkan dana yang belum dipergunakan dalam bentuk rekening giro, tidak dalam bentuk deposito. Jika memungkinkan dilakukan negosiasi dengan bank yang bersangkutan agar bunga gironya lebih besar dari biasanya karena saldo yang kita miliki cukup besar.
·         Alternatif lain yang dapat diambil adalah dengan memanfaatkan dana tersebut di dalam instrumen keuangan yang tidak terkena pajak final, misalnya promes, didepositokan di luar negeri, atau dipinjamkan pada wajib pajak.
6.      Biaya Entertaiment
Seringkali wajib pajak dalam penyusunan laporan keuangan fiskal langsung melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment. Dengan demikian, wajib pajak akan membayar pajak lebih besar sampai dengan 30% dari total biaya entertainment yang dikoreksi positif. Untuk menghindari beban pajak yang seharusnya, wajib pajak membuat Daftar Nominatif sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-27/PJ.22/1986 dan melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (Formulir 1770) serta menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut. Dengan demikian, wajib pajak akan memperoleh penghematan pajak sampai dengan 30% dari biaya entertainment yang boleh dikurangkan.
Daftar nominatif berisi :
a.       Nomor urut.
b.      Tanggal “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
c.       Nama tempat “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
d.      Alamat “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
e.       Jenis “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
f.       Jumlah (Rp) “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
g.       Relasi usaha yang diberikan “entertainment” dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas (Nama, Posisi, Nama perusahaan, dan Jenis usaha)
                                                                           
DAFTAR NOMINATIF BIAYA ENTERTAINMENT DAN SEJENISNYA
TAHUN PAJAK :
No

Pemberian entertaiment dan sejenisnya
Relasi usaha yang diberikan entertainment
dan sejenisnya
Ket.


Tgl
Tempat
Almt
Jenis
Jml (Rp)
Nama
Posisi
Nama
Perusahaan

Jenis
Usaha


























Efisiensi dalam PPh Pasal 21

1.      Memahami Ketentuan PPh Pasal 21 dan Klasifikasi Objek PPh Pasal 21
Pemberi Penghasilan
Jenis Penghasilan

Benefit in cash (BIC)
Benefit in kind (BIK)
a. Pemerintah
Objek Pajak
Non Objek Pajak
b. Non Wajib Pajak
Objek Pajak
Objek Pajak
c. Wajib Pajak yang dikenakan PPh final
Objek Pajak
Objek Pajak
d. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
norma penghitungan khusus (deemed profit)
Objek Pajak
Objek Pajak
e. Wajib Pajak Lainnya
Objek Pajak
Non Objek Pajak

Tabel di atas merujuk pada Pasal 4 ayat 1 huruf a dan Pasal 4 ayat 3 huruf d UU PPh. Untuk tahun 2009, peraturan pelaksanannya mengacu pada PerMenkeu No. 252/PMK.03/2008 juncto PerDirjen Pajak No. Per-31/PJ/2009 juncto PerDirjen Pajak No. Per-57/PJ/2009.
Pemberi penghasilan non wajib pajak yang dimaksud di dalam tabel di atas di antaranya adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi internasional yang digolongkan sebagai non subjek pajak menurut Keputusan Menteri Keuangan. Untuk WP yang dikenakan PPh final, contohnya adalah perusahaan yang bergerak di dalam persewaan tanah/bangunan, sedangkan WP dengan deemed profit di antaranya adalah
a.       Perusahaan charter pesawat (475/KMK.04/1996),
b.      Perusahaan pelayaran dalam negeri (416/KMK.04/1996),
c.       Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang bergerak di bidang pelayaran/ penerbangan dalam jalur internasional (632/KMK.04/1994), dan
d.      WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia (634/KMK.04/1994).

2.      Memahami Saat Terutangnya Pajak
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU PPh, objek PPh Pasal 21 terdiri dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Istilah “diterima” mengandung pengertian cash basis, sedangkan “diperoleh” itu accrual basis. Kedua istilah ini, jika dikaitkan dengan perlakukan akuntansi, terkait dengan mana yang lebih dulu antara pengakuan biaya dan pembayaran. Artinya, pajak harus dipotong pada saat mana yang lebih dulu antara pengakuan biaya atau pembayaran kepada penerima penghasilan.

Efisiensi dalam PPh Pasal 23
1. Pahami ketentuan yang mengatur PPh Pasal 23 dan tarif pemotongannya (Per-70/PJ./2007 atau Permenkeu No. 244/PMK.03/2008).
2. Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih dulu antara terutang (accrual basis) atau dibayarkan (cash basis), yang merujuk pada ketentuan Pasal 23 UU PPh juncto PP No. 138/2000.
3. Pemisahan antara tagihan material dan jasa
Pastikan bahwa di dalam kontrak tentang pengadaan jasa, sebagaimana tersebut di tabel di bagian akhir dari bab ini, kecuali jasa konstruksi dan jasa catering, diatur mengenai pemisahan antara tagihan material dan jasa. Tujuannya adalah agar pajaknya hanya dikenakan atas jasanya (lihat SE-53/PJ/2009).

Efisiensi dalam PPh Pasal 26
1. Pahami ketentuan PPh Pasal 26 secara komprehensif.
2. Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana lebih dulu antara terutang (accrual basis) atau dibayarkan (cash basis), sebagaimana diuraikan dalam Pasal 26 UU PPh juncto PP No.
138/2000.
3. Pahami isi tax treaty untuk tiap negara, khususnya yang berkaitan dengan transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak di dalam negeri dalam hal pembayarannya dilakukan ke wajib pajak di luar negeri.
a. Tuangkan klausul tentang kewajiban wajib pajak di luar negeri yang menerima penghasilan untuk
1) menyediakan Surat Keterangan Domisili atau SKD (Certificate of Domicile atau CoD)
atau formulir DGT-1 sesuai dengan tahun diperolehnya penghasilan,
2) memutakhirkan SKD tersebut setiap tahunnya, dan
3) menyediakan salinan paspor tenaga ahli asing yang berkunjung ke Indonesia
b. Minimalkan kunjungan tenaga ahli dari luar negeri sehubungan dengan jasa profesional
agar timetest sebagaimana diatur di dalam tax treaty tidak terlampaui
4. Lakukan ekualisasi seperti ilustrasi berikut ini
No.
Keterangan                                          No Akun
Cfm. SPT./WP.
Cfm. Pemeriksa
Koreksi
1
Payroll Clearing Balikpapan                43010
611.643.355
9 02.221.890
290.578.535
2
EXPAT SALARIES                         43008-140
-
1 42.593.880
142.593.880
3
PRE CONTRACT EXPENSES           388009
-
9 5.525.915
95.525.915


611.643.355
1 .140.341.685
238.119.795

Efisiensi dalam PPh Pasal 26
1. Tingkatkan pemahaman yang komprehensif terhadap ketentuan PPh Pasal 4(2) khususnya
yang terkait dengan sewa tanah dan atau bangunan.
2. Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih dulu antara saat terutang (accrual
basis) atau saat dibayarkan (cash basis).
3. Ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 4(2)
Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 23 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh Pasal 23. Jika masih timbul selisih, teliti:
a. Apakah pemotongan pajaknya dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca
(aktiva).
b. Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak.

No.
Keterangan
Cfm. SPT./WP.
Cfm. Pemeriksa
Koreksi
1
Prepaid Expense - Office Rent
167.036.624
174.137.028
7 .100.404
2
Light & Power
1.073.000
1.237.780
164.780
3
Prepaid Expense - Kemang Rent
158.583.896
158.582.792
(1.104)
4
Rental Of Premises
7.408.334
7.584.118
175.784
5
Prepaid Expense - Storage Rent
13.837.320
14.336.209
498.889
6
Job Cost
48.053.941
47.195.024
(858.917)
7
Prepaid Expenses P Klub Villa
9.639.950
219.060.108
2 09.420.158


405.633.065
622.133.058
216.499.993

BAB III
PERENCANAAN PAJAK SAAT PEMERIKSAAN PAJAK
Pengertian Pemeriksaan
Dasar hukum pemeriksaan adalah Pasal 29, 29A, 30, dan 31 UU KUP 2007 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak yang berlaku 1 Januari 2008.
1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak
Tujuan Pemeriksaan
Sesuai dengan Peraturan Menkeu No. 199/PMK.03/2007, Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan:
1. untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
2. untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Ruang Lingkup Pemeriksaan
1. Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.
2. Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan
Kriteria & Jenis Pemeriksaan
1. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
Kriteria Pemeriksaan Jenis Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
1. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP
Pemeriksaan Kantor atau
2. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
Pemeriksaan Lapangan
3. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi
Pemeriksaan Lapangan
4. Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran
Pemeriksaan Lapangan
5. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
Pemeriksaan Lapangan
6. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Pemeriksaan Lapangan

Apabila dalam Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan tranfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan.




2. Pemeriksaan untuk tujuan lain
Kriteria Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
1. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
Pemeriksaan Kantor atau
2. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
Pemeriksaan Lapangan
3. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

4. Wajib Pajak mengajukan keberatan;

5. pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Ph Neto;

6. pencocokan data dan/ atau alat keterangan;

7. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;

8. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;

9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;

10. penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau

11. memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda


Dispute dalam Pemeriksaan Pajak
Di dalam pemeriksaan pajak sering terjadi perbedaan sudut pandang dalam menginterpretasikan suatu ketentuan perpajakan. Akibatnya, seringkali muncul istilah “sepakat untuk tidak sepakat”. Artinya, pemeriksa pajak dan wajib pajak harus sepakat bahwa pemeriksaan harus dituntaskan, tapi keduanya tidak sepakat terhadap materi pemeriksaannya. Dalam hal demikian, posisi wajib pajak menjadi inferior karena pemeriksa pajak tetap menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan perhitungan menurutnya.
Perbedaan di atas di antaranya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
1. Target penerimaan negara di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) masih jauh dari pencapaian optimal sehingga pemeriksa pajak dituntut harus memenuhi target tersebut;
2. Perbedaan metode interpretasi peraturan, yaitu
a. metode interpretasi yang bertumpu pada teks peraturan atau legalitas hukum (rechtmatigheid)
b. metode interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan (doelmatigheid).
Perencanaan Pajak dalam Pemeriksaan Pajak
1. Memahami tujuan pemeriksaan sesuai dengan surat tugas yang diserahkan oleh pemeriksa kepada wajib pajak. Surat tugas tersebut bisa berupa Surat Perintah Pemeriksaan Pajak atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
2. Menindaklanjuti himbauan dan permintaan klarifikasi dari KPP yang biasanya dikomunikasikan secara tertulis oleh KPP dan secara lisan oleh Account Representative. Surat himbauan atau permintaan klarifikasi tersebut bisa berujung pemeriksaan pajak bila tidak ditanggapi atau tanggapan wajib pajak tidak memenuhi ekspektasi KPP.
3. Tidak menyerahkan seluruh voucher dan bukti transaksi kepada pemeriksa secara sekaligus. Ini karena sebenarnya pemeriksa sudah bisa mengolah data berdasarkan:
a. SPT lengkap untuk seluruh jenis pajak yang diperiksa;
b. Laporan keuangan; dan
c. Buku besar dalam bentuk soft-copy.
4. Bersikap proaktif dengan cara membantu menyiapkan kertas kerja pemeriksaan dan melakukan analisis-analisis yang biasa digunakan oleh pemeriksa pajak.

Analisis Biaya Hidup dan Tambahan Harta Kekayaan
Kedua analisis ini perlu dilakukan oleh setiap WP-OP sebelum menyampaikan SPT-nya ke KPP terkait. Kedua analisis ini merupakan prosedur standar yang ditempuh oleh pemeriksa pajak ketika melakukan pemeriksaan atas kewajiban pajak WP-OP.
1. Analisis biaya hidup
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besaran biaya hidup rata-rata sebulan setiap WP-OP,
seperti biaya rumah tangga, pendidikan, rekreasi, transportasi, kesehatan, dan seluruh pengeluaran harian lainnya. Jika besaran selama sebulan sudah diketahui, untuk mengetahui biaya hidup setahun, besaran tersebut harus dikali 12 bulan.
2. Analisis tambahan harta kekayaan
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tambahan harta kekayaan dalam suatu tahun pajak. Pemeriksa pajak biasanya meminta WP-OP yang sedang diperiksanya untuk membuat daftar
harta kekayaan yang dimiliki. Daftar tersebut memberi informasi nama harta, tahun perolehan, dan nilai perolehannya.
Untuk keperluan pemeriksaan, data harta kekayaan tersebut disortir sehingga nilai perolehan
harta selama tahun dilakukannya pemeriksaan dapat diketahui.
Selanjutnya, total nilai perolehan tersebut ditambahkan dengan hasil analisis biaya hidup yang dijelaskan di atas. Hasil penambahan tersebut ditandingkan dengan jumlah penghasilan neto yang dilaporkan di dalam SPT PPh Orang Pribadi. Biasanya hasil penjumlahan kedua analisis di atas lebih besar dari total penghasilan neto per SPT. Sebagai konsekuensi, ada potensi penghasilan neto yang belum dilaporkan.
Misalnya, Tn Ali sedang diperiksa oleh KPP untuk SPT PPh Orang Pribadi tahun 2009 yang Perencanaan Pajak Saat Pemeriksaan 17 menunjukkan total penghasilan neto sebesar Rp 300 juta. Untuk memperoleh keyakinan bahwa Tn Ali telah melaporkan SPT-nya dengan benar, pemeriksa pajak melakukan kedua analisis di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Uraian
Rp
1. Analisis biaya hidup rata-rata sebulan disetahunkan
120.000.000
2. Analisis tambahan harta kekayaan (selama tahun 2009)
350.000.000
3. Total (1+2)
470.000.000
4. Penghasilan neto menurut SPT 2009
300.000.000
5. Selisih
170.000.000


Dalam hal ini Tn Ali harus melakukan analisis lebih lanjut penyebab terjadinya perbedaan sebesar Rp 170.000.000 agar diketahui dengan pasti bahwa selisih tersebut disebabkan oleh penghasilan yang merupakan objek PPh final atau bahkan bukan merupakan objek PPh.

4 komentar:

  1. Kunjungi Bukalapak dan temukan buku-buku
    Menarik tentang Ekonomi dan Akuntansi
    Cari Toko Taboh Gong
    Terimakasih sebelumnya.

    BalasHapus
  2. Kunjungi Bukalapak dan temukan buku-buku
    Menarik tentang Ekonomi dan Akuntansi
    Cari Toko Taboh Gong
    Terimakasih sebelumnya.

    BalasHapus
  3. Saya Ibu Queen Daniel, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada indaividu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (queendanielloanfirm@gmail.com) atau (queendanielloanfirm@yahoo.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.

    BalasHapus
  4. thanks for share, so helpful

    BalasHapus

 

Blogger news

Blogroll