I.
PENDAHULUAN
Seperti kita
ketahui bersama bahwa sistem pemungutan pajak di Indonesia menerapkan sistem
yang dinamakan ‘Self Assessment’ dimana Wajib Pajak diberi kesempatan untuk
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya yakni menghitung, menyetor dan
melaporkan pajaknya sendiri sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Negara
dalam hal ini pemerintah, memberi kesempatan pelaksanaan kepatuhan kewajiban
perpajakan kepada warga negaranya dan dalam hal tertentu akan dilakukan
pengujian kepatuhan tersebut melalui program pemeriksaan (tax audit).
Sehubungan dengan hal tersebut dan agar dalam proses pemenuhan hak dan
kewajiban perpajakan tersebut berjalan dengan baik dan mampu meminimallisir tax
penalty yang akan dikenakan, maka sangat diperlukan adanya perencanaan pajak yang
benar dan tepat.
Adapun
tujuan perencanaan pajak (tax planning) adalah Meminimumkan Pembayaran Pajak
Namun Tetap Berada Dalam Koridor Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.
Dilatarbelakangi
hal tersebut, pada kesempatan ini penulis mencoba mengupas mengenai
mekanisme-mekanisme tax planning yang dapat diterapkan khusus untuk orang
pribadi dibawah koridor peraturan perpajakan yang berlaku. Pembahasan ini akan
diuraikan secara mendalam dari berbagai macam strategi administrasi dan
pelaporan pajak disertai analisa tax planningnya.
BAB I
DASAR-DASAR TAX
PLANNING
Umumnya perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses
merekayasa usaha dan transaksi Wajib pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah
yang minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian,
perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat
menghindari pemborosan sumber daya secara optimal.
Perencanaan pajak adalah langkah awal
dalam manajemen pajak (sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar
tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan). Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan
kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control).
Pada tahap perencanaan pajak ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap
peraturan perpajakan. Tujuannya agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan
pajak yang akan dilakukan, Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax
planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.
Untuk dapat meminimumkan kewajiban pajak
dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan
perpajakan (lawful) maupun yang
melanggar peraturan perpajakan (unlawful)
seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan perpajakan
umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena
terkena pajak. Kalau fenomena tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan
untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah
pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda pembayarannya.
Pada
dasarnya, perencanaan pajak harus
(1)
tidak melanggar ketentuan perpajakan,
(2)
secara bisnis masuk akal, dan
(3)
bukti-bukti pendukungnya memadai.
Setidaknya
ada tiga jenis pajak yang relevan untuk perencanaan keuangan keluarga:
1. Pajak yang timbul dari pembelian (PPN).
1. Pajak yang timbul dari pembelian (PPN).
2.
Pajak yang timbul karena kepemilikan (PBB, PPnBM, BPHTB dan pajak kendaraan).
3.
Pajak yang timbul karena adanya penghasilan (PPh).
Aspek-aspek
dalam Tax Planning
Aspek Formal dan Administratif
1.
Kewajiban mendaftarkan
diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Surat Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (SPPKP);
2.
Menyelenggaraan
pembukuan atau pencatatan;
3.
Memotong dan atau
memungut pajak;
4.
Membayar Pajak;
5.
Menyampaikan Surat
Pemberitahuan.
Mekanisme Tax Planning Bagi Orang Pribadi
Mekanisme tax planning untuk
orang pribadi menurut penulis dapat dibagi dalam beberapa hal yakni :
1. Strategi
Pendaftaran NPWP Suami-Istri
2. Strategi
Mengelola Active Income
3. Strategi
Mengelola Passive Income
4. Strategi
Mengelola Usaha Sendiri dalam bentuk badan usaha
5. Strategi
mekanisme Hibah
1.
Strategi Pendaftaran NPWP
Suami-Istri
Sistem
pengenaan pajak di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan
ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga
digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban
pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal tertentu
pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah
ada 2
kondisi yang sering diterapkan di masyarakat yakni:
a.
Istri mempunyai NPWP sendiri
b.
Wanita kawin/ istri, NPWP ikut suami, dimana:
-
Sumber penghasilan istri hanya dari 1 pemberi kerja
- Sumber penghasilan istri lebih dari 1
pemberi kerja dan/atau punya kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Analisa tax planning:
Apabila dalam sebuah keluarga dengan kondisi
istri hanya bekerja di 1 perusahaan saja dan melihat ketentuan bahwa ikut NPWP
suami, penghitungannya dianggap Final, maka untuk mencegah timbulnya kurang
bayar akibat penggabungan penghitungan tersebut, alangkah baiknya sang istri
ikut NPWP suami dari pada memiliki NPWP sendiri.
Di lain pihak, apabila kondisi sebuah keluarga
dimana istri bekerja lebih dari satu perusahaan atau mempunyai kegiatan
usaha/pekerjaan bebas, maka istri memiliki NPWP sendiri maupun ikut NPWP suami
merupakan opsi yang sama. Namun di masyarakat, untuk istri yang memiliki NPWP
sendiri, sering kita temui bahwa keluarga yang tidak mengadakan perjanjian
pisah harta dan penghasilan, mengalami kesulitan dalam pelaporan harta di SPT
masing-masing dan memang hal itu akan dapat dijelaskan secara detail apabila
pencatatan suami maupun istri dilakukan dengan benar, namun alangkah lebih
praktisnya apabila pelaporan harta itu digabungkan di dalam 1 SPT melalui
mekanisme istri ikut NPWP suami
2.
Strategi Mengelola Active
Income
Aktive
income di sini dimaksud adalah penghasilan yang diterima oleh Orang Pribadi
dalam hubungannya dengan pekerjaannya yakni dia memperoleh gaji, bonus, honor,
THR dll.
Kadang kala
ditemukan kondisi bahwa Orang Pribadi bekerja dan menerima penghasilan di lebih
dari 1 perusahaan sehingga setelah diperhitungkan seluruh penghasilan tersebut
dalam SPT tahunan maka akan menimbulkan kurang bayar, meskipun telah dilakukan
pemotongan (PPh Psl 21) di masing-masing tempat kerja.
Atau kita
pada bagian awal tahun pajak bekerja di Perusahaan A kemudian di akhir tahun
pindah kerja ke perusahaan B, ini juga akan menimbulkan tambahan bayar di
pelaporan SPT tahunan karena penghasilan dari perusahaan awal (A) tidak
diteruskan dalam penghitungan pajak penghasilan di perusahaan akhir (B).
Analisa tax planning:
Apabila kita berkerja di perusahaan-perusahaan
yang berkaitan misalnya induk dan anak perusahaan, maka sebaiknya diusahakan
penerimaan penghasilan dikumpulkan di 1 perusahaan saja misalnya hanya di induk
perusahaan dan ini akan mengurangi timbulnya kurang bayar di pelaporan SPT
Tahunan.
Apabila kita pindah bekerja dalam 1 tahun pajak
dari perusahaan 1 ke perusahaan yang lain, maka sebaiknya segera setelah
pindah, dimintakan bukti potong PPh Psl 21 dari perusahaan awal untuk diberikan
ke perusahaan baru dalam rangka penghitungan pajak yang harus dipotong (PPh Psl
21) dan ini akan mengurangi timbulnya kurang bayar di pelaporan SPT Tahunan.
3.
Strategi Mengelola Passive
Income
Untuk
meningkatkan taraf hidup kita dan keluarga, hasil tabungan/saving dari bekerja
(aktive income) dan segala modal (harta) yang dimiliki pastinya harus
dimanfaatkan untuk menghasilkan passive income. Di sini sudah sangat terbukti
bahwa apabila kita memiliki modal (harta) yang bisa menghasilkan pasive income,
kita akan mencapai suatu kemakmuran, yang sering disebut ‘kaya’
Contoh passive income:
·
Bunga, termasuk bunga deposito
dari tabungan/deposito kita
·
Sewa harta non tanah bangunan
·
Sewa harta tanah bangunan
·
Dividen dari saham yang
ditanamkan di suatu perusahaan
·
Capital gain/keuntungan dari
penjualan harta
Contoh kasus:
a.
Bunga, termasuk bunga deposito
Bunga dari kita meminjamkan uang/modal ke pihak
lain akan berimplikasi ke pengenaan tarif pasal 17 orang pribadi dalam
pelaporan SPT Tahunan meskipun telah dipotong pph psl 23 oleh pihak pembayar.
Sedangkan bunga dari tabungan/deposito, pajaknya dikenakan final 20% tanpa
diperhitungkan lagi di penghitungan PPh dalam SPT tahunan.
b.
Sewa harta non tanah bangunan dan harta tanah bangunan
Penghasilan dari sewa dari non tanah bangunan
tetap akan diperhitungkan dalam penghitungan PPh SPT Tahunan sedangkan
penghasilan dari sewa tanah bangunan dikenakan pajak Final. Pengenaan pajak
final akan lebih efektif untuk perencanaan pajak.
c.
Dividen
Bagi pengusaha yang banyak memiliki saham
terutama di perusahaan keluarga, sejak tahun 2009 lebih memilih mendapatkan
income dari perusahaannya berupa dividen dari pada berupa gaji, karena saat ini
pajak atas dividen dikenakan Final 10%.
d.
Capital Gain
Pengusaha yang disebutkan pada kasus dividen,
jika ingin menjual sahamnya akan menjual sahamnya ke perusahaan afiliasinya
terlebih dahulu (biasanya dengan harga nominal atau harga dibawah pasar), baru
kemudian oleh perusahaannya dijual ke pihak lain, untuk menghindari pengenaan
PPh tarif Psl 17 dalam SPT Tahunan orang pribadi karena keuntungan akan
berpindah dari orang pribadi/pemegang saham ke perusahaan afiliasi yg dimiliki
orang pribadi itu juga dan keuntungan yg diperoleh oleh perusahaan afiliasinya
tidak serta merta akan langsung dikenakan pajak melainkan akan dikurangi
terlebih dahulu dengan biaya-biaya perusahaan. Jadi pengenaan pajaknya tidak
akan sebesar keuntungan penjualan saham tersebut.
4.
Strategi Mengelola Usaha
Sendiri dalam bentuk badan usaha
Selain
menghindari pengenaan tarif yang lebih tinggi, dengan mendirikan perusahaan,
para pemegang saham seringkali memanfaatkan perusahaannya untuk kepentingan
pribadi dan keluarganya. Sering ditemukan adanya pembebanan biaya yang terkait
dengan kepentingan pribadi pemegang saham, namun hal itu menjadi suatu hal yang
umum, sehingga selain income yang diperoleh dari perusahaan akan tetap bersih
tanpa dikurangi biaya hidup yang telah dibebankan ke perusahaan, dari pajak
perusahaan juga akan terkoreksi lebih rendah. Namun itu menjadi resiko yang
diambil oleh pemegang saham, yang apabila diperiksa oleh Kantor Pajak maka akan
ada koreksi tambahan bayar baik di perusahaan maupun di pajak pribadinya
(dianggap dividen terselubung). Namun hal itu kemungkinan kecil terjadi,
apabila kondisi pajak perusahaan diatur sedemikian rupa sehingga tidak rugi dan
lebih bayar yang pastinya menjadi prioritas utama untuk diperiksa oleh Kantor
Pajak.
Begitu juga
apabila ada orang pribadi yang mempunyai keahlian (sebagai tenaga ahli)
misalnya konsultan, sering mendirikan perusahaan untuk melaksanakan aktivitas
usahanya, namun perlu juga dibuat strategi misalnya untuk pendapatan yang
berasal dari pembeli jasa yang tidak ingin dipungut PPNnya maka sebaiknya
dialihkan menjadi pendapatan pribadinya bukan pendapatan perusahaan dan
dilaporkan dalam SPT Tahunan Orang Pribadi, tapi perlu juga diperhitungkan
bahwa omzet pribadi tidak boleh lebih dari Rp. 600.000.000,- karena apabila
telah mencapai jumlah tersebut, maka diwajibkan untuk melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPNnya yang
kalau untuk usaha orang pribadi akan menyita waktu bila diwajibkan untuk
melaksanakan administrasi dan pelaporan PPNnya. Untuk aspek Pajak
Penghasilannya, usaha orang pribadi ini dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan
neto dalam melaporkan kewajiban pajaknya.
5.
Strategi mekanisme Hibah
Banyak Orang
Pribadi terutama pengusaha yang sering menghibahkan hartanya kepada anak atau
pihak lain. Dalam ketentuan perpajakan, dikecualikan dari objek pajak adalah
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Contoh kasus:
Sehubungan
ketentuan penegasan tentang hibah hanya menekankan pada objek yang dikenakan
pajak adalah hanya atas hibah saham dari bapak kepada anak kandung yang terkait
hubungan pekerjaan dan kepemilikan dalam 1 perusahaan, sehingga atas hibah
saham dan harta yang lain masih belum dikatagorikan objek pajak. Sedangkan
hibah selain hibah saham tersebut, masih belum dikatagorikan sebagai objek
pajak penghasilan. Misalnya bapak ingin menghibahkan uang kas atau rumah
(property) kepada anak kandungnya, maka tidak termasuk objek yang dikenakan
pajak penghasilan.
Namun
apabila pengusaha ingin menghibahkan rumah ke adiknya (bukan anak
kandung-sesuai peraturan), maka akan dikenakan pajak penghasilan dan untuk
menghindari hal itu, sering dilakukan proses hibah 2 kali yakni pengusaha
tersebut menghibahkan ke orang tuanya terlebih dahulu, baru kemudian orang
tuanya menghibahkan ke adiknya (yang juga merupakan anak kandung orang tua
tersebut).
Strategi
Umum
Tax Saving
Tax saving merupakan upaya
mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak
dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, wajib pajak, yang memiliki
penghasilan kena pajak lebih dari Rp 500 juta, dapat melakukan perubahan
pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.
Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5-25% untuk penghasilan
karyawan sampai dengan Rp 500 juta.
Tax Avoidance
Tax
avoidance merupakan upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara menghindari pengenaan
pajak melalui transaksi yang bukan objek pajak. Misalnya, wajib pajak, yang
masih mengalami kerugian perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang ke
pemberian natura sehingga natura tersebut bukan merupakan objek pajak PPh pasal
21. Dengan demikian, terjadi penghematan pajak 5-30%.
Menghindari Pelanggaran Terhadap
Peraturan Perpajakan yang Berlaku
Dengan
menguasai peraturan pajak yang berlaku, wajib pajak dapat menghindari timbulnya
sanksi perpajakan yaitu :
·
Sanksi Administrasi,
berupa bunga, denda atau kenaikan.
·
Sanksi Pidana, berupa
pidana atau kurungan.
Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak
Menunda
pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat
dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan
menunda penerbitan faktur pajak keluaran sampai dengan batas waktu yang
diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini penjual
dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan
barang.
Mengoptimalkan
Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib
pajak seringkali kurang mendapat informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat
dikreditkan. Sebetulnya pembayaran tersebut merupakan pajak yang dibayar
dimuka. Misalnya, kredit pajak untuk PPh Orang Pribadi terdiri dari PPh Pasal
21 atas imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan atau kegiatan serta PPh
pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan fiskal luar negeri atas
perjalanan dinas pegawai.
Dalam
hal kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak cukup menggunakan dokumen
lain yang fungsinya sama dengan faktur pajak standar, seperti SPPB atau Surat
Perintah Pengiriman Barang (delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog untuk
penyaluran tepung terigu, PNBP (Paktur Nota Bon Penyerahan) yang diikeluarkan
oleh pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM, serta tanda pembayaran
atau kuintasi telepon.
BAB II
PERENCANAAN PAJAK DALAM PAJAK
PENGHASILAN
Efisiensi
dalam Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Strategi efesiensi PPh Orang Pribadi
untuk wajib pajak yang memiliki kegiatan usaha akan lebih optimal apabila wajib
pajak memahami timbulnya perhitungan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena
pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang
berlaku di Indonesia, yaitu UU No. 36 tahun 2008 dan peraturan pelaksanannnya.
Karena terjadi perbedaan dalam perhitungan laba akuntansi dan laba kena pajak,
wajib pajak dapat memilih perlakuan pajak yang tepat sehingga dapat
menghasilkan efisiensi pajak yang besar. Berikut ini adalah beberapa cara tax
planning untuk PPh Orang Pribadi.
1. Menunda
Penghasilan
Misalnya, pembukuan wajib pajak
ditutup pada tanggal 31 Desember. Pada bulan Desember tersebut terdapat
lonjakan permintaan. Pajak atas laba akibat lonjakan permintaan tersebut sudah
harus dibayar paling lambat bulan April tahun berikutnya. Di samping itu,
angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya otomatis akan menjadi lebih besar. Bila
memungkinkan, pengusahan dapat melakukan pendekatan kepada konsumen dan menjual
barangnya pada awal bulan Januari tahun berikut. Dengan demikian, pembayaran
pajaknya dapat ditunda 1 tahun. Contoh berikut memberikan ilustrasi
perbandingan perhitungan PPh, jika dimisalkan tarif PPh Orang Pribadi disamakan
dengan tarif PPh Badan, yaitu 25%
Uraian
|
Normal
|
Alternatif 1
|
Alternatif 2
|
Peredaran usaha tahun 2010
|
1.000.000
|
850.000
|
1.000.000
|
Biaya
|
(700.000)
|
(700.000)
|
(850.000)
|
Ph neto (a+b)
|
300.000
|
150.000
|
150.000
|
Kompensasi
rugi fiskal
|
-
|
-
|
-
|
Taxable Income (c+d)
|
300.000
|
150.000
|
150.000
|
PPh (25%)
|
75.000
|
37.500
|
37.500
|
. Kredit pajak
|
-
|
-
|
-
|
PPh hrs dibayar sendiri (f+g)
|
75.000
|
37.500
|
37.500
|
Angsuran PPh 25 tahun 2011 (1/12
x h)
|
6.250
|
3.125
|
3.125
|
2.
Mempercepat Pembebanan
Biaya Pada akhir tahun fiskal sebaiknya dilakukan review untuk melihat apakah
ada biaya-biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini. Misalnya, biaya
konsultan hukum, konsultan pajak, dan auditor. Dengan demikian, seperti halnya
dengan penundaan penghasilan, langkah seperti ini akan dapat menunda pembayaran
pajak setahun. Namun demikian, di sisi lain, konsekuensi pembebanan biaya
seperti di atas dapat mengakibatkan kewajiban pemotongan pajak seperti PPh
Pasal 21, PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 (2) sudah harus dilakukan. Untuk itu,
wajib pajak juga harus mempertimbangkan aspek perpajakan yang satu ini.
3.
Mengoptimalkan
Pengkreditan Pajak yang Telah Dibayar
Selain angsuran PPh Pasal 25, PPh
yang dapat dikreditkan atas PPh Orang Pribadi yang terutang pada akhir tahun
adalah PPh yang dipotong/pungut pihak lain dan sifat pemotongan/pemungutannya
tidak final. Wajib pajak seringkali kurang memperoleh informasi mengenai hal
ini. PPh yang dapat dikreditkan antara lain:
a)
PPh Pasal 21 atas
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
b)
PPh Pasal 22 atas impor atau pembelian solar
dari Pertamina,
c)
PPh Pasal 23 dari bunga
non bank, royalti,
d)
PPh Pasal 24 yang
dipotong di luar negeri, dan
e)
STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak) baik
telah dibayar maupun belum.
f)
PPh atas pengalihan tanah/bangunan,
Ketika
menyusun rekonsiliasi fiskal, wajib pajak harus memperoleh keyakinan yang cukup
bahwa pajak yang dipotong/dipungut pihak lain benar-benar telah disetor oleh
pemotong/pemungut pajak ke kas negara. Keyakinan demikian sangat diperlukan
karena pada saat pemeriksaan pajak petugas akan menempuh prosedur konfirmasi ke
bank tempat pajak yang telah dipotong/dipungut tersebut disetorkan atau ke KPP
tempat pemotong/pemungut tersebut melaporkan SPT-nya.
Salah
satu caranya adalah dengan melakukan ekualisasi setiap bulan antara bukti fisik
pemotongan PPh Pasal 21, pemungutan PPh 22 dan/atau pemotongan PPh 23 dengan
Uang Muka PPh terkait yang telah dicatat di neraca. Jika timbul selisih, atas
selisih tersebut dapat segera ditindaklanjuti dengan cara meminta pihak
pemungut/pemotong pajak untuk menyerahkan bukti pemungutan/ pemotongannya.
4.
Transaksi Afiliasi
a.
Jenis transaksi
afiliasi yang sangat berisiko bila ditinjau dari aspek perpajakan, di antaranya:
1)
Untuk transaksi usaha,
Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan biaya untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang memiliki
hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
2)
Untuk pinjaman, Dirjen
Pajak berwenang untuk menentukan tingkat bunga yang wajar atas transaksi utang
piutang antar pihak yang mempunyai hubungan isitimewa. Hal ini berarti akan
merugikan perusahaan penerima pinjaman dari pemegang saham orang pribadi karena
perusahaan harus memotong PPh Pasal 23 berdasarkan tingkat bunga wajar dan ada
kemungkinan dikenakan sanksi oleh pihak pajak karena kurang memotong.
b.
Hal-hal yang harus
dilakukan dalam hal dilakukan pemberian pinjaman kepada perusahaan yang
dimiliki pemegang saham orang pribadi tanpa bunga, transaksi tersebut harus memenuhi
kriteria sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 PP 94/2010 yang berlaku sejak 30
Desember 2010, yaitu :
1)
Pinjaman tersebut
berasal dari dana milik pemegang saham pemberi pinjaman itu sendiri dan bukan
berasal dari pihak lain.
2)
Modal yang seharusnya
disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman kepada perusahaan penerima
pinjaman telah setor dalam keadaan seluruhnya.
3)
Pemegang saham pemberi
pinjaman tidak dalam keadaan rugi.
4)
Perusahaan penerima
pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.
5. Bunga
Pinjaman dan Deposito
Seringkali uang kas yang menganggur
(idle cash) untuk satu atau dua
bulan wajib pajak investasikan di bank dalam bentuk deposito berjangka.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 tahun 2000, atas
bunga deposito dipotong pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 20%.
Bila wajib pajak tidak mempunyai
utang, hal ini tidak menjadi masalah. Akan tetapi, bila wajib pajak tersebut
mempunyai utang dengan tingkat bunga yang lebih besar dari tingkat bunga deposito,
wajib pajak tersebut akan mengalami kerugian karena berdasarkan Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-46/PJ.42/1995, sebagian bunga atas utang tersebut tidak dapat dikurangkan
sebagai biaya.
Untuk menghindari masalah tersebut,
beberapa cara yang dapat ditempuh wajib pajak, antara lain:
·
Wajib pajak sebaiknya
menempatkan dana yang belum dipergunakan dalam bentuk rekening giro, tidak
dalam bentuk deposito. Jika memungkinkan dilakukan negosiasi dengan bank yang
bersangkutan agar bunga gironya lebih besar dari biasanya karena saldo yang
kita miliki cukup besar.
·
Alternatif lain yang
dapat diambil adalah dengan memanfaatkan dana tersebut di dalam instrumen
keuangan yang tidak terkena pajak final, misalnya promes, didepositokan di luar
negeri, atau dipinjamkan pada wajib pajak.
6. Biaya
Entertaiment
Seringkali wajib pajak dalam
penyusunan laporan keuangan fiskal langsung melakukan koreksi fiskal positif
atas biaya entertainment. Dengan demikian, wajib pajak akan membayar pajak lebih
besar sampai dengan 30% dari total biaya entertainment yang dikoreksi positif.
Untuk menghindari beban pajak yang seharusnya, wajib pajak membuat Daftar
Nominatif sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-27/PJ.22/1986 dan
melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (Formulir 1770) serta
menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut. Dengan demikian,
wajib pajak akan memperoleh penghematan pajak sampai dengan 30% dari biaya
entertainment yang boleh dikurangkan.
Daftar nominatif berisi :
a. Nomor
urut.
b. Tanggal
“entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
c. Nama
tempat “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
d. Alamat
“entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
e. Jenis
“entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
f. Jumlah
(Rp) “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
g. Relasi usaha yang diberikan “entertainment”
dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas (Nama, Posisi, Nama
perusahaan, dan Jenis usaha)
DAFTAR
NOMINATIF BIAYA ENTERTAINMENT DAN SEJENISNYA
TAHUN
PAJAK :
No
|
Pemberian
entertaiment dan sejenisnya
|
Relasi
usaha yang diberikan entertainment
dan
sejenisnya
|
Ket.
|
|||||||
|
Tgl
|
Tempat
|
Almt
|
Jenis
|
Jml
(Rp)
|
Nama
|
Posisi
|
Nama
Perusahaan
|
Jenis
Usaha
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Efisiensi
dalam PPh Pasal 21
1. Memahami
Ketentuan PPh Pasal 21 dan Klasifikasi Objek PPh Pasal 21
Pemberi Penghasilan
|
Jenis Penghasilan
|
|
Benefit in cash (BIC)
|
Benefit in kind (BIK)
|
|
a. Pemerintah
|
Objek Pajak
|
Non Objek Pajak
|
b. Non Wajib Pajak
|
Objek Pajak
|
Objek Pajak
|
c. Wajib Pajak yang dikenakan PPh
final
|
Objek Pajak
|
Objek Pajak
|
d.
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
norma penghitungan khusus (deemed profit)
|
Objek Pajak
|
Objek Pajak
|
e.
Wajib Pajak Lainnya
|
Objek Pajak
|
Non Objek Pajak
|
Tabel
di atas merujuk pada Pasal 4 ayat 1 huruf a dan Pasal 4 ayat 3 huruf d UU PPh.
Untuk tahun 2009, peraturan pelaksanannya mengacu pada PerMenkeu No.
252/PMK.03/2008 juncto PerDirjen Pajak No. Per-31/PJ/2009 juncto PerDirjen
Pajak No. Per-57/PJ/2009.
Pemberi penghasilan non wajib pajak
yang dimaksud di dalam tabel di atas di antaranya adalah kantor perwakilan
negara asing dan organisasi internasional yang digolongkan sebagai non subjek
pajak menurut Keputusan Menteri Keuangan. Untuk WP yang dikenakan PPh final, contohnya
adalah perusahaan yang bergerak di dalam persewaan tanah/bangunan, sedangkan WP
dengan deemed profit di
antaranya adalah
a. Perusahaan
charter pesawat (475/KMK.04/1996),
b. Perusahaan
pelayaran dalam negeri (416/KMK.04/1996),
c. Wajib
Pajak Luar Negeri (WPLN) yang bergerak di bidang pelayaran/ penerbangan dalam jalur
internasional (632/KMK.04/1994), dan
d. WPLN
yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia (634/KMK.04/1994).
2. Memahami
Saat Terutangnya Pajak
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU
PPh, objek PPh Pasal 21 terdiri dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Istilah “diterima” mengandung
pengertian cash basis, sedangkan “diperoleh” itu accrual basis. Kedua istilah
ini, jika dikaitkan dengan perlakukan akuntansi, terkait dengan mana yang lebih
dulu antara pengakuan biaya dan pembayaran. Artinya, pajak harus dipotong pada
saat mana yang lebih dulu antara pengakuan biaya atau pembayaran kepada
penerima penghasilan.
Efisiensi
dalam PPh Pasal 23
1.
Pahami ketentuan yang mengatur PPh Pasal 23 dan tarif pemotongannya
(Per-70/PJ./2007 atau Permenkeu No. 244/PMK.03/2008).
2.
Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih dulu antara terutang
(accrual basis) atau dibayarkan
(cash basis), yang merujuk pada
ketentuan Pasal 23 UU PPh juncto PP No. 138/2000.
3.
Pemisahan antara tagihan material dan jasa
Pastikan
bahwa di dalam kontrak tentang pengadaan jasa, sebagaimana tersebut di tabel di
bagian akhir dari bab ini, kecuali jasa konstruksi dan jasa catering, diatur
mengenai pemisahan antara tagihan material dan jasa. Tujuannya adalah agar
pajaknya hanya dikenakan atas jasanya (lihat SE-53/PJ/2009).
Efisiensi
dalam PPh Pasal 26
1.
Pahami ketentuan PPh Pasal 26 secara komprehensif.
2.
Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana lebih dulu antara terutang
(accrual basis) atau dibayarkan (cash basis), sebagaimana diuraikan dalam Pasal
26 UU PPh juncto PP No.
138/2000.
3.
Pahami isi tax treaty untuk tiap negara, khususnya yang berkaitan dengan
transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak di dalam negeri dalam hal
pembayarannya dilakukan ke wajib pajak di luar negeri.
a.
Tuangkan klausul tentang kewajiban wajib pajak di luar negeri yang menerima
penghasilan untuk
1)
menyediakan Surat Keterangan Domisili atau SKD (Certificate of Domicile atau CoD)
atau
formulir DGT-1 sesuai dengan tahun diperolehnya penghasilan,
2)
memutakhirkan SKD tersebut setiap tahunnya, dan
3)
menyediakan salinan paspor tenaga ahli asing yang berkunjung ke Indonesia
b.
Minimalkan kunjungan tenaga ahli dari luar negeri sehubungan dengan jasa
profesional
agar
timetest sebagaimana diatur di
dalam tax treaty tidak terlampaui
4.
Lakukan ekualisasi seperti ilustrasi berikut ini
No.
|
Keterangan No Akun
|
Cfm.
SPT./WP.
|
Cfm.
Pemeriksa
|
Koreksi
|
1
|
Payroll
Clearing Balikpapan
43010
|
611.643.355
|
9
02.221.890
|
290.578.535
|
2
|
EXPAT
SALARIES
43008-140
|
-
|
1
42.593.880
|
142.593.880
|
3
|
PRE
CONTRACT EXPENSES 388009
|
-
|
9
5.525.915
|
95.525.915
|
|
|
611.643.355
|
1
.140.341.685
|
238.119.795
|
Efisiensi
dalam PPh Pasal 26
1.
Tingkatkan pemahaman yang komprehensif terhadap ketentuan PPh Pasal 4(2)
khususnya
yang
terkait dengan sewa tanah dan atau bangunan.
2.
Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih dulu antara saat
terutang (accrual
basis) atau saat dibayarkan (cash basis).
3.
Ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 4(2)
Pada
akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 23 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut
buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut
SPT Masa PPh Pasal 23. Jika masih timbul selisih, teliti:
a.
Apakah pemotongan pajaknya dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di
neraca
(aktiva).
b.
Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban)
yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak.
No.
|
Keterangan
|
Cfm.
SPT./WP.
|
Cfm.
Pemeriksa
|
Koreksi
|
1
|
Prepaid
Expense - Office Rent
|
167.036.624
|
174.137.028
|
7
.100.404
|
2
|
Light
& Power
|
1.073.000
|
1.237.780
|
164.780
|
3
|
Prepaid
Expense - Kemang Rent
|
158.583.896
|
158.582.792
|
(1.104)
|
4
|
Rental
Of Premises
|
7.408.334
|
7.584.118
|
175.784
|
5
|
Prepaid
Expense - Storage Rent
|
13.837.320
|
14.336.209
|
498.889
|
6
|
Job
Cost
|
48.053.941
|
47.195.024
|
(858.917)
|
7
|
Prepaid
Expenses P Klub Villa
|
9.639.950
|
219.060.108
|
2
09.420.158
|
|
|
405.633.065
|
622.133.058
|
216.499.993
|
BAB III
PERENCANAAN PAJAK SAAT PEMERIKSAAN PAJAK
Pengertian
Pemeriksaan
Dasar
hukum pemeriksaan adalah Pasal 29, 29A, 30, dan 31 UU KUP 2007 serta Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak yang
berlaku 1 Januari 2008.
1.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.
Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan,
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau
tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3.
Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat
Jenderal Pajak
Tujuan
Pemeriksaan
Sesuai
dengan Peraturan Menkeu No. 199/PMK.03/2007, Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan:
1.
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
2.
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
Ruang
Lingkup Pemeriksaan
1.
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk
satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam
tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.
2.
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan,
atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan
Kriteria
& Jenis Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
Kriteria
Pemeriksaan Jenis Pemeriksaan
|
Jenis
Pemeriksaan
|
1.
Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP
|
Pemeriksaan
Kantor atau
|
2.
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar,
termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
|
Pemeriksaan Lapangan
|
3.
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi
|
Pemeriksaan Lapangan
|
4.
Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi
melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran
|
Pemeriksaan Lapangan
|
5.
Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi,
pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
|
Pemeriksaan Lapangan
|
6.
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi
berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan
adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
|
Pemeriksaan Lapangan
|
Apabila
dalam Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan
tranfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa
transaksi keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan
Lapangan.
2.
Pemeriksaan untuk tujuan lain
Kriteria
Pemeriksaan
|
Jenis
Pemeriksaan
|
1.
pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
|
Pemeriksaan
Kantor atau
|
2.
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
Pemeriksaan Lapangan
|
3.
pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
|
|
4.
Wajib Pajak mengajukan keberatan;
|
|
5.
pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Ph Neto;
|
|
6.
pencocokan data dan/ atau alat keterangan;
|
|
7.
penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
|
|
8.
penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
|
|
9.
Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
|
|
10.
penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi
kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
|
|
11.
memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda
|
|
Dispute
dalam Pemeriksaan Pajak
Di
dalam pemeriksaan pajak sering terjadi perbedaan sudut pandang dalam
menginterpretasikan suatu ketentuan perpajakan. Akibatnya, seringkali muncul
istilah “sepakat untuk tidak sepakat”. Artinya, pemeriksa pajak dan wajib pajak
harus sepakat bahwa pemeriksaan harus dituntaskan, tapi keduanya tidak sepakat
terhadap materi pemeriksaannya. Dalam hal demikian, posisi wajib pajak menjadi
inferior karena pemeriksa pajak tetap menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai
dengan perhitungan menurutnya.
Perbedaan
di atas di antaranya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
1.
Target penerimaan negara di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) masih jauh dari
pencapaian optimal sehingga pemeriksa pajak dituntut harus memenuhi target
tersebut;
2.
Perbedaan metode interpretasi peraturan, yaitu
a.
metode interpretasi yang bertumpu pada teks peraturan atau legalitas hukum (rechtmatigheid)
b.
metode interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan
(doelmatigheid).
Perencanaan
Pajak dalam Pemeriksaan Pajak
1.
Memahami tujuan pemeriksaan sesuai dengan surat tugas yang diserahkan oleh
pemeriksa kepada wajib pajak. Surat tugas tersebut bisa berupa Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
2.
Menindaklanjuti himbauan dan permintaan klarifikasi dari KPP yang biasanya
dikomunikasikan secara tertulis oleh KPP dan secara lisan oleh Account
Representative. Surat himbauan atau permintaan klarifikasi tersebut bisa berujung
pemeriksaan pajak bila tidak ditanggapi atau tanggapan wajib pajak tidak
memenuhi ekspektasi KPP.
3.
Tidak menyerahkan seluruh voucher dan bukti transaksi kepada pemeriksa secara
sekaligus. Ini karena sebenarnya pemeriksa sudah bisa mengolah data berdasarkan:
a.
SPT lengkap untuk seluruh jenis pajak yang diperiksa;
b.
Laporan keuangan; dan
c.
Buku besar dalam bentuk soft-copy.
4.
Bersikap proaktif dengan cara membantu menyiapkan kertas kerja pemeriksaan dan
melakukan analisis-analisis yang biasa digunakan oleh pemeriksa pajak.
Analisis
Biaya Hidup dan Tambahan Harta Kekayaan
Kedua
analisis ini perlu dilakukan oleh setiap WP-OP sebelum menyampaikan SPT-nya ke
KPP terkait. Kedua analisis ini merupakan prosedur standar yang ditempuh oleh
pemeriksa pajak ketika melakukan pemeriksaan atas kewajiban pajak WP-OP.
1.
Analisis biaya hidup
Analisis
ini bertujuan untuk mengetahui besaran biaya hidup rata-rata sebulan setiap
WP-OP,
seperti
biaya rumah tangga, pendidikan, rekreasi, transportasi, kesehatan, dan seluruh pengeluaran
harian lainnya. Jika besaran selama sebulan sudah diketahui, untuk mengetahui biaya
hidup setahun, besaran tersebut harus dikali 12 bulan.
2.
Analisis tambahan harta kekayaan
Analisis
ini bertujuan untuk mengetahui tambahan harta kekayaan dalam suatu tahun pajak.
Pemeriksa pajak biasanya meminta WP-OP yang sedang diperiksanya untuk membuat
daftar
harta
kekayaan yang dimiliki. Daftar tersebut memberi informasi nama harta, tahun
perolehan, dan nilai perolehannya.
Untuk
keperluan pemeriksaan, data harta kekayaan tersebut disortir sehingga nilai
perolehan
harta
selama tahun dilakukannya pemeriksaan dapat diketahui.
Selanjutnya,
total nilai perolehan tersebut ditambahkan dengan hasil analisis biaya hidup
yang dijelaskan di atas. Hasil penambahan tersebut ditandingkan dengan jumlah
penghasilan neto yang dilaporkan di dalam SPT PPh Orang Pribadi. Biasanya hasil
penjumlahan kedua analisis di atas lebih besar dari total penghasilan neto per
SPT. Sebagai konsekuensi, ada potensi penghasilan neto yang belum dilaporkan.
Misalnya,
Tn Ali sedang diperiksa oleh KPP untuk SPT PPh Orang Pribadi tahun 2009 yang Perencanaan Pajak Saat Pemeriksaan 17
menunjukkan total penghasilan neto sebesar Rp 300 juta. Untuk memperoleh
keyakinan bahwa Tn Ali telah melaporkan SPT-nya dengan benar, pemeriksa pajak
melakukan kedua analisis di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Uraian
|
Rp
|
1.
Analisis biaya hidup rata-rata sebulan disetahunkan
|
120.000.000
|
2.
Analisis tambahan harta kekayaan (selama tahun 2009)
|
350.000.000
|
3.
Total (1+2)
|
470.000.000
|
4.
Penghasilan neto menurut SPT 2009
|
300.000.000
|
5.
Selisih
|
170.000.000
|
Dalam
hal ini Tn Ali harus melakukan analisis lebih lanjut penyebab terjadinya
perbedaan sebesar Rp 170.000.000 agar diketahui dengan pasti bahwa selisih
tersebut disebabkan oleh penghasilan yang merupakan objek PPh final atau bahkan
bukan merupakan objek PPh.
Kunjungi Bukalapak dan temukan buku-buku
BalasHapusMenarik tentang Ekonomi dan Akuntansi
Cari Toko Taboh Gong
Terimakasih sebelumnya.
Kunjungi Bukalapak dan temukan buku-buku
BalasHapusMenarik tentang Ekonomi dan Akuntansi
Cari Toko Taboh Gong
Terimakasih sebelumnya.
Saya Ibu Queen Daniel, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada indaividu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (queendanielloanfirm@gmail.com) atau (queendanielloanfirm@yahoo.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.
BalasHapusthanks for share, so helpful
BalasHapus