PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Franchise
Menurut
Winarto (1995, p. 19) Waralaba atau franchise adalahhubungan
kemitraan yang usahanya kuat dan sukses dengan usahawan yang relatif baru atau
lemah dalam usaha tersebut dengan tujuan saling menguntungkan khususnya dalam
bidang usaha penyediaan produk dan jasa langsung
kepada konsumen.
Menurut Mohammad Su’ud (1994:4445) bahwa dalam praktek franchise terdiri dari empat bentuk:
1. Product Franchise
Suatu
bentuk franchise dimana penerima franchise hanya bertindak mendistribusikan
produk dari petnernya dengan pembatasan areal.
2. Processing
or Manufacturing Franchise
Jenis
franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk
dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek
franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan
minuman. Suatu bentuk franchise dimana PT Ramako Gerbangmas membeli dari master
franchise yang mengelola Mc Donald‘s di Indonesia yang hanya memberi know how
pada PT Ramako Gerbangmas tersebut untuk menjalankan waralaba Mc Donald’s.
3. Bussiness
Format atau System Franchise
Franchisor
memiliki cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket, seperti yang
dilakukan oleh Mc Donald’s dengan membuat variasi produknya dalam bentuk paket.
4. Group
Trading Franchise
Bentuk franchise yang menunjuk pemberian
hak mengelola toko-toko grosir maupun pengecer yang dilakukan toko serba ada.
Keberhasilan
dari suatu organisasi franchise tergantung dari penerapan konsep bisnis yang
sama antara franchisor dan franchisee. Konsep bisnis tersebut berupa pedoman
yang mencakup standarisasi produk, metode untuk mempersiapkan atau mengolah
produk atau makanan, atau metode jasa, standar rupa dari fasilitas bisnis,
standar periklanan, system reservasi, sistem akuntansi, kontrol persediaan, dan
kebijakan dagang, dll.
Sebelum
masuk ke konsep waralaba, usaha yang dijalankan telah memiliki beberapa cabang
dengan hasil penjualan yang memuaskan selama minimal 2 tahun. Artinya cabang
kita telah terbukti (proven) memberikan keuntungan yang bagus dibandingkan
nilai investasi awal.
Kemudian
menyusun sebuah proposal bagaimana kita membangun cabang kita. Menuliskan
bagaimana pemilihan lokasi, pemilihan interior, SOP karyawan, manajemen,
operasional, marketing, sistem rekruitmen dan pelatiha. Semua konsep itu dibuat
sebagai panduan bagi mitra waralaba (franchisee) sebagai panduan usaha. Tidak
lupa kita membangun brand dan memperkuat aktivitas pengembangan produk agar
waralaba dapat bersaing.
Konsep
awal franchise tidak lah harus sempurna, namun proposal waralaba memberi
gambaran yang jelas dan sama untuk setiap calon franchisee di manapun berada.
Karena franchisee adalah satu merek dengan kepemilikan masing-masing akan
memberikan keuntungan bagi seluruh stage holdernya. Kelemahan konsep franchise
dapat diperbaiki sejalan dengan perkembangan bisnis franchise itu sendiri.
Konsep franchise yang
menguntungkan seharusnya tidak hanya menguntungkan salah satu pihak tetapi juga
kedua belah pihak, yaitu franchisee dan franchisor.Konsep franchise yang berkembang pesat belakangan ini memang
terbilang cukup menguntungkan walaupun masih terkesan kapitalis. Konsep yang
berkembang sekarang ini lebih cenderung menguntungkan franchisor dan lebih
merugikan franchise. Secara umum, dalam konsep franchise yang berkembang
sekarang ini, biasanya franchisor akan mengenakan kepada franchise beberapa hal
yaitu franchise fee dan royalty fee. Franchise fee biasanya dibebankan kepada franchisee untuk jangkan waktu
tertentu, biasanya 5 tahun. Sedangkan royalty
fee biasanya dihitung dari omzet penjualan.
Hal
ini dianggap merugikan franchise, karena dengan penerapan franchise fee berarti
sang franchisor sudah mengambil keuntungan di depan sedangkan usaha belum
berjalan. Penghitungan royalty fee dari omzet penjualan juga mencerminkan
ketidakadilan. Karena berarti si franchisor tidak menanggung resiko. Karena
walaupun usaha tersebut mengalami kerugian, sepanjang ada penjualan maka
franchisor akan tetap mendapatkan royalti.
Konsep franchise ini pada
awalnya berkembang karena di satu sisi ada pengusaha yang sudah berhasil dalam
menjalankan bisnisnya tetapi kekurangan modal untuk mengembangkannya lebih
besar lagi. Dan di sisi lain, ada pihak yang mempunyai modal tetapi belum atau
tidak memiliki pengalaman atau keahlian dalam berbisnis di bidang tersebut. Di
sinilah akhirnya ada dua kepentingan yang bertemu dan bersinergi. Kemudian
munculah konsep franchise syari’ah dimana dalam istilah ekonomi Islam, si
franchisor yang dikenal sebagai Mudharib berkontribusi dengan pengalaman, brand
dan juga system bisnis. Sedangkan franchisee yang di sebut sebagai Shahibul
Maal dalam ekonomi Islam berkontribusi dengan modal, baik uang maupun asset.
Kemudian kedua belah pihak tersebut bertemu dan berpegang pada prinsip-prinsip
yang tidak melanggar syari’ah dan berlandaskan keadilan.
Konsep franchise syari’ah
mempunyaibeberapa karakteristik utama sebagai berikut, yaitu:
1.
Tidak mengenal adanya franchise fee. Hal ini dikarenakan usaha belum
berjalan. Jadi setiap keuntungan akan dinikmati setelah usaha berjalan dan ada
keuntungan.
2.
Royalty fee atau lebih tepatnya bagi hasil diambil dari gross profit atau
net profit. Bisa dihitung bulanan, 3 bulanan atau sesuai dengan kesepakatan
awal.
3.
Usaha tersebut menjadi milik bersama. Proporsi kepemilikan saham dan
bagi hasil ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Hal ini
biasanya tergantung pada karakteristik bidang usahanya. Dan kepemilikan usaha
ini bisa dibatasi waktu atau bisa juga selamanya, tergantung pada kesepakatan.
4.
Dalam kerjasama ini, franchisee (shahibul maal) bisa terlibat dalam
manajemen usaha ataupun tidak.
Adapun
perbedaan konsep franchise umum dengan
franchise syari’ah yang dapat dilihat dari sisi profit. Dimana profit juga
bisa dinikmati oleh kedua belah pihak setelah usaha tersebut sudah berjalan dan
menghasilkan keuntungan. Jika belum menghasilkan profit, maka kedua belah pihak
juga tidak akan mendapatkan apapun. Dengan karakteristik tersebut di atas, maka
kedua belah pihak (franchisor/ mudharib dan franchisee/ shahibul maal) akan
mempunyai tanggung jawab yang sama untuk memajukan usaha tersebut. Tidak
seperti yang banyak terjadi sekarang, yang lebih banyak merugikan pihak
franchisee. Karena pihak franchisor sudah mengambil profit di depan, sehingga
kadang-kadang menjadi kurang peduli kepada keberhasilan usaha sang franchisee. Konsep franchise Syarai’ah ini intinya
adalah pihak franchisor tetap dapat mengemban usahanya dengan modal pihak lain
dan orang yang ingin memiliki usaha (franchisee) dapat memulai usahanya tidak
dari nol. Dalam ekonomi Islam sendiri, waralaba ini disebut sebagai system
mudharabah atau musyarakah.
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Dari Franchise
Franchising
juga merupakan strategi perluasan dari suatu usaha yang telah berhasil dan
ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi, yang ingin berusaha, dan
memiliki usaha sendiri. Sistem franchise ini mempunyai keunggulan-keunggulan
dan juga kerugian-kerugian. Keunggulannya adalah: “As practiced in retailing,
franchising offers franchisees the advantage of starting up a new business
quickly based on a proven trademark and formula of doing business, as opposed
to having to build a new business and brand from scratch.”
“Seperti
dalam praktek retailing, franchising menawarkan keuntungan untuk memulai suatu
bisnis baru dengan cepat berdasar pada suatu merek dagang yang telah terbukti
bisnisnya, tidak sama seperti dengan membangun suatu merek dan bisnis baru dari awal mula.” Selain
itu menurut Rachmadi keunggulan lainnya dari sistem franchise bagi franchisee,
antara lain:
1. Pihak
franchisor memiliki akses pada permodalan dan berbagi biaya dengan franchisee dengan
resiko yang relatif lebih rendah.
2. Pihak
franchisee mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis dengan cara cepat
dan biaya lebih rendah dengan produk atau jasa yang telah teruji dan terbukti
kredibilitas mereknya.
3. Lebih
dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial dalam hal
pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi, pembelian,
dan pemasaran. (Rachmadi, 2007, p. 7-8)
Sedangkan
kerugian sistem franchise bagi franchisee adalah:
1. Sistem
franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada franchisee karena franchisee
terikat perjanjian dan harus mengikuti sistem dan metode yang telah dibuat oleh
franchisor.
2. Sistem
franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan merek terkenal belum
tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan kecermatan dan kehati-hatian
franchisee dalam memilih usaha dan mempunyai komitmen dan harus bekerja keras
serta tekun.
3. Franchisee
harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dalam hubungannya dengan
franchisor. (Sukandar, 2004, p. 67)
4. Tidak
semua janji franchisor diterima oleh franchise.
5. Masih
adanya ketidakamanan dalam suatu franchise, karena franchisor dapat memutuskan
atau tidak memperbaharui perjanjian. (Rachmadi, 2007,p. 9)
2.3 Mengevaluasi kesempatan usaha Franchise
Dalam 10 tahun terakhir ini bisnis
franchise tengah menjadi model bisnis paling populer di negeri ini, terutama
bagi mereka yang ingin terjun menjadi entrepreneur tanpa mau repot merintis
bisnis baru dari nol. Layaknya sebuah mode, bisnis franchise ini banyak
diperbincangkan di mana-mana dan sangat digandrungi oleh masyarakat luas. Di
sekitar kita banyak kita lihat menjamurnya bisnis franchise baik asing maupun
lokal. Franchise asing misalnya McDonald’s, Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut,
Wendy’s, dll. Franchise lokal misalnya Ayam Bakar Wong Solo, Es Teller 77,
Alfamart, Indomart, RM Padang, Bakso Cak Eko, Bakso Cak Man, dll.
Tingginya
minat untuk membuka bisnis franchise ini antara lain terlihat dari antusiasnya
pengunjung dalam setiap kali pameran franchise, juga laris manisnya seminar dan
buku-buku bertemakan franchise. Dalam melakukan bisnis ini memang tidak ada
jaminan akan keberhasilan bisnisnya. Memang cukup banyak investor yang berhasil
dalam menjalankan bisnis franchise, tetapi banyak juga diantaranya yang gagal.
Sebagaimana disampaikan Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia Karamoy (2009)
bahwa rata-rata pertumbuhan bisnis franchise lokal mencapai 8-9% per tahun,
sedangkan franchise asing 12-13% per tahun. Namun perbedaan tingkat kegagalan
dari keduanya sangat mencolok yaitu sebesar 50-60% untuk franchise lokal dan
hanya 2-3% untuk franchise asing (Firdaniaty, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa
antusias masyarakat untuk membuka bisnis franchise belum dibarengi dengan
kehati-hatian dan kejelian dalam pengelolaan.
Seorang yang baru saja mendirikan bisnis
restaurant, sudah tertarik untuk berpikir segera memfranchisekan bisnisnya.
Begitu juga dengan pelaku bisnis bengkel, salon kecantikan, retail, hingga
software komputer. Hampir dipastikan, saat ini semua orang sedang berfikir
bisnis apa lagi yang dapat difranchisekan. Namun demikian masyarakat pelaku
bisnis hendaknya menyadari bahwa sebuah bisnis dapat difranchisekan jika telah
memenuhi syarat yang telah ditentukan sehingga bukan mengikuti kelatahan
belaka. Syarat tersebut antara lain bahwa usaha franchise merupakan sebuah
sistem atau usaha yang telah terstandar secara baku dan telah teruji
kesuksesannya. Istilah “teruji kesuksesannya” sengaja diberi penekanan, sebab
bila pemilik bisnis tersebut masih pemula dalam mencari pola maka dapat
membahayakan franchisee yang akan membeli sekaligus dapat menimbukan konflik
internal
2.4 Sudut Pandang Franchisor
Perkembangan bisnis waralaba sekarang
sangatlah pesat. Tidak beda dengan
keadaan bisnis waralaba yang ada di Indonesia.
Jumlah para investor yang memutuskan untuk melakukan bisnis waralaba
kian banyak. Mengapa seorang wirausaha berkeinginan menjadi seorang franchisor
daripada mengoperasikan sebuah perusahaan yang memiliki gerai? Berikut ini
adalah beberapa alasan kenapa bisnis waralaba sangat menggiurkan:
a.
Pengurangan persyaratan modal
Franchise memungkinkan sebuah
perusahaan untuk memperluas usahanya tanpa mencairkan modal. Melalui pengaturan upah dan royalti,
perusahaan yang terlibat dalam franchise pada hakikatnya meminjam modal dari
para franchisee untuk pengembangan salurannya.
Oleh karena itu mempunyai persyaratan modal yang lebih kecil daripada
memiliki rangkaian secara keseluruhan.
b.
Meningkatkan motivasi dalam manajemen
Franchise sebagai pemilik, lebih
sangat termotivasi daripada karyawan yang digaji, karena insentif laba dan
minat akan hak-hak mereka di dalam bisnis tersebut. Sejak franchise didesentralisasikan,
franchisor juga tidak mudah terpengaruh oleh usaha pengorganisasian tenaga
kerja bila dibandingkan dengan organisasi yang tersentralisasi.
c.
Kecepatan ekspansi perusahaan
Franchise membiarkan bisnis
memasuki pasar lebih cepat daripada jika perusahaan menggunakan sumbernya
sendiri untuk memasuki pasar.
Waralaba demikian menarik karena usaha ini menawarkan kesempatan kepada
orang-orang yang memiliki berbagai tingkat modal dan pengalaman. Para
pengusaha kecil tertarik bukan hanya pada kesempatan untuk memiliki usaha
sendiri(dimensi motivasi berwirauasaha), tapi juga pada kesempatan untuk
melakukannya dalam suatu sistem yang mapan dan sudah dikenal pasar dengan
resiko minimal.
Menurut Menurut Goenardjoadi, redaktur
Ahli majalah Franchise, seperti dikutip situs franchise-indonesia.com
edisi Januari 2006 waralaba merupakan alternatif yang paling mudah untuk
memulai bisnis. Bila semuanya harus
mulai dari nol, maka harus melalui trial & error yang meningkatkan
risiko. Dengan adanya waralaba, maka
risiko dapat diturunkan hingga menjadi sekitar 15 persen, tergantung lokasi.
Kemudian apa saja yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan bisnis waralaba atau usaha sendiri? Menurut para
frinchisor, seperti pemilik Ayam Bakar Wong Solo (ABWS), Puspo Wardoyo; alumni
ITB yang kini jadi Tukang Bakmi, Wahyu Saidi; Pemilik McDonald's Indonesia,
Bambang N Rachmadi; dan Anang Sukandar, supaya berhasil dalam bisnis waralaba,
pengusaha perlu memperhatikan beberapa hal (Republika, 2006). Seperti bisnis pada umumnya, untuk menjalani waralaba diperlukan kepekaan
terhadap pengembangan usaha seperti pemilihan lokasi dan kecermatan
memanfaatkan celah menguntungkan dari selera dan kebutuhan masyarakat.Kendati
nama dagang terkenal, promosi tetap diperlukan untuk memajukan usaha. Dan yang
tak kalah pentingnya adalah ukuran bangunan tempat usaha. Menurut Pemilik
McDonald's Indonesia, Bambang N Rachmadi, sebaiknya ukuran bangunan seperti
restoran jangan terlalu besar. Sebab, kalau terlalu besar, maka ruangan akan
terlihat kosong. Hal lainnya yang juga turut mendukung kesuksesan usaha yang
dikembangkan adalah nama merek (dimensi pengelolaan merek). Nama tempat usaha
ataupun nama jenis makanan atau barang yang diperdagangkan hendaknya harus
mudah diingat konsumen. Begitu juga dengan jenis barang atau makanan yang
dijual. Menurut para frinchisor, jenis
usaha yang paling banyak peminatnya adalah makanan. Sebab, urusan perut
merupakan yang paling dominan. Meski tawaran kian beragam, hingga kini usaha
waralaba makanan masih mendominasi.
2.5 Hubungan Dari Franchisor dan Franchise
Hubungan kerjasama antara franchisor dan
francisee merupakan aspek yang sangat kritikal dalam waralaba. Franchisor
atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan
hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual
atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Franchisee
atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan
hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. Sukses keduanya tergantung kepada sinerji
dari hubunga kedua belah pihak tersebut.
Bisnis waralaba mengandalkan pada
kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha
waralaba melalui tatacara, proses serta suatu “Code of Conduct” dan
sistem yang telah ditentukan oleh perusahaan pemberi waralaba.
Franchisor dan franchisee berbagi resiko
dalam memperluas pangsa pasar dan pengembangan sumber daya serta
potensi lokal dimasing-masing lokasi franchisee. Dengan panduan format bisnis milik franchisor,
diharapkan tingkat resiko kegagalan dapat diminimalisasi, karena franchisor pun
senantiasa melakukan perbaikan dan pengembangan sistem agar dapat bersaing
dengan bisnis lainnya. Franchisee
diharapkan bisa bertanggung jawab pada usaha yang dijalankannya dengan komitmen
yang tinggi untuk berhasil. Agar waralaba
dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu
teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baikbagi franchisor maupun franchisee.
Franchisee
berada dalam posisi independent terhadap Franchisor. Independent yang dimaksud
adalah Franchisee berhak atas laba dari usaha yang dijalankannya, bertanggung
jawab atas beban usaha waralabanya sendiri. Di luar itu, Franchisee terikat pada aturan dan perjanjian dengan Franchisor sesuai
dengan kontrak yang disepakati bersama. Dalam praktek pelaksanaannya, dapat
dijumpai beberapa tipe franchising, yaitu:
a.
Trade Name Franchising
Pada tipe ini franchisee memperoleh
hak untuk memproduksi sendiri dengan merek dagang dari franchisor. Contohnya
adalah PT. Great River memiliki hak untuk memproduksi pakaian dalam Triumph
dengan merek dagang dari Jerman.
b.
Product Distribution
Franchising
Pada tipe ini franchisee memperoleh
hak untuk distribusi di wilayah tertentu.
c.
Pure Franchising
Pada tipe ini franchisee memperoleh
hak sepenuhnya. Contohnya adalah restaurant dan fast food.
Terdapat
beberapa karakteristik dalam franchise diantara franchisor
dan franchisee diantaranya:
a. Ada
kesepakatan kerjasama yang tertulis.
b. Selama kerjasama tersebut pihak franchisor
mengizinkan franchisee menggunakan merk dagang identitas usaha milik franchisor
dalam bidang usaha yang disepakati.
c. Selama kerjasama tersebut pihak franchisor
memberikan jasa penyimpanan usaha dan melakukan pendampingan pada waralaba.
d. Selama kerjasama tersebut franchisor
mengikuti ketentuan yang telah disusun oleh franchisee yang menjadi dasar usaha
yang sukses.
e. Selama kerjasama tersebut franchisor
melakukan pengendalian hasil dan kegiatan dalam kedudukannya sebagai pemimpin
sistim kerjasama.
f. Kepemilikan badan usaha sepenuhnya ada pada
franchisee. Secara hukum franchisor dan
franchisee adalah dua badan hukum yang terpisah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar